Suku Kajang Bulukumba
Suku
Kajang Bulukumba, Sulawesi Selatan
Alfian Fauzi Pratama
(50415507)
1IA03
FAKULTAS TEKNOLOGI
INDUSTRI
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin
Allah akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah Antropologi ini tepat pada waktunya.Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh ibu dosen dengan mengambil judul “SUKU
KAJANG , BULUKUMBA ”.
Makalah ini
mengulas segala hal yang terdapat dalam suku kajang, baik itu mengenai
kebudayaan, pemerintahan, sistem kekerabatan maupun keseniannya. Dimana hal
tersebut terasa perlu agar para pembaca lebih mengenal keanekaragaman budaya
pada suku di Indonesia dalam hal ini negara kita merupakan negara majemuk dan
multikultural.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kelemahan-kelemahan
isinya,oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca merupakan sesuatu yang
sangat berharga dan sangat diharapkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan
tersebut.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Semakin
bertambahnya tahun, semakin bertambah pula tingkat globalisasi dunia, semakin
modern pula suatu bangsa, biasanya hal ini menyebabkan pudarnya budaya budaya
suatu bangsa. Indonesia pada dasarnya merupakan negara multikultural yang
memiliki beranekaragam suku dan budaya, namun pada kenyataanya keanekaragaman
suku dan budaya di Indonesia masih tetap terjaga dan dilestarikan.
Melville
J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Hal ini jelas menunjukkan pentingnya kebudayaan suatu bangsa dalam
suatu daerah/wilayah. Kebudayaan pada masa sekarang ini, sebagian masih tetap
terpelihara namun sebagian lagi sudah tidak diperhatikan dikarenakan kurangnya
kesadaran individu atau suatu kelompok terhadap kebudayaan yang dimilikinya.
Selain
kebudayaan,keanekaragaman suku bangsa khususnya di negara kita ini sangat
terjaga, baik itu suku pedalaman maupun suku yang sudah tidak kental dengan
tradisional dan primitif lagi. Namun pada suku padalaman masih sangat memegang
teguh kebudayaan mereka. Terdapat beragam suku seperti suku batak, suku bugis,
suku kajang, dan masih banyak lagi . Dengan banyaknya suku bangsa di Indonesia
ini, masih ada orang orang yang belum mengenal secara mendalam dan secara
keseluruhan terhadap kebudayaan suku tersebut bahkan terhadap keberadaan suku
tersebut. Salah satu diantara banyaknya suku bangsa di Indonesia adalah suku Kajang
yang terletak di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pada makalah ini Kami membahas
dan mengulas secara mendalam mengenai suku kajang dari semua aspek yang ada
seperti sistem kekerabatan, sistem pemerintahan, budaya dan keseniannya.
1.2
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana
kehidupan di suku kajang (pengenalan suku kajang)?
2. Apa
saja budaya suku kajang?
3. Apa
saja kesenian masyarakat kajang?
4. Bagaimana
sistem pemerintahan dalam masyarakat kajang?
5. Seperti
apa bengunan tempat tinggal atau rumah adat masyarakat suku kajang?
1.3
Tujuan
penulisan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini antara lain :
·
Mampu mengenali lebih
dalam mengenai suku bangsa di indonesia, khususnya suku kajang
·
Mampu menambah wawasan
pembaca mengenai keanekaragaman budaya di suku kajang
BAB
II
SEJARAH ASAL/USUL
SEJARAH ASAL/USUL
Suku
Kajang terletak di desa Tana Toa kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan,
tepatnya sekitar 200 km arah timur
Makassar. Suku ini mendiami sebuah kecamatan yaitu kecamatan Kajang, yang
merupakan bagian dari kabupaten Bulukumba (Bulukumba merupakan daerah yang
terkenal dengan pembuat perahu pinisi dengan pelaut-pelaut ulung) Masyarakat
kajang secara geografis terdiri dari dua yaitu, masyarakat kajang dalam ( tau
kajang ) dan masyarakat kajang luar ( tau lembang ). Masyarakat kajang dalam
lebih memegang teguh budaya dan tradisi-tradisi yang berlaku di lingkungannya.
Sedangkan , masyarakat kajang luar merupakan masyarakat kajang yang tinggal di
luar perkampungan, masyarakat kajang luar ini sudah bersifat modern dan dapat
menerima hal baru dari luar , tidak semua aturan-aturan masyarakat kajang yang
mereka ikuti dibanding masyarakat kajang dalam yang sifatnya masih sangat
tradisional.
Dalam
kehidupan masyarakat Kajang, wanita diwajibkan bisa membuat kain dan memasak.
Sedangkan pria diwajibkan untuk bekerja di ladang dan membuat perlengkapan
rumah dari kayu. Keahlian membuat perlengkapan dari kayu ini juga merupakan
kewajiban bagi kaum pria untuk berumah tangga. Bagi wanita membuat pakaian
merupakan syarat untuk melangsungkan pernikahan, jika tidak mempunyai keahlian
membuat pakaian, maka tidak diperbolehkan melangsungkan pernikahan. Proses pembuatannya
dilakukan dengan cara tradisional mulai dari pembuatan benang, proses pewarnaan
hingga menenunnya menjadi selembar kain. jika kita berkunjung ke daerah tanah
toa , kita akan bertemu dengan orang orang dengan pakaian serba hitam, mulai
dari ujung rambut hingga ke ujung kaki baik perempuan maupun laki laki. Baju ,
sarung hitam ( tope leleng), sorban atau penutup kepala(passapu) yang semuanya berwarna hitam bagi laki laki,
sedangkan untuk perempuan digunakan pakaian yang juga berwarna hitam. selain itu,
penggunaan alas kaki juga dilarang.
Bagi masyarakat kajang warna hitam merupakan
kesakralan, selain itu warna hitam dianggap sebagai lambang kesederhanaan,
persamaan derajat setiap orang dihadapan Tuhan Yang Maha Esa, berbeda dengan
warna warna mencolok seperti merah, biru dan kuning yang dianggap suatu
kemewahan dan tidak sesuai dengan identitas masyarakat kajang. Jika
kita memasuki daerah Suku Kajang, maka kita harus berpakaian serba hitam jg.
Bagi mereka warna hitam merupakan bentuk persamaan dalam segala hal. tidak ada
warna hitam yg lebih baik dari hitam lainnya.
Bahasa bugis Konjo yang kental merupakan bahasa suku yang selama ini
sebagai media komunikasi antar sesama masyarakat suku kajang. Adapun contoh
dari bahasa yang biasa mereka gunakan seperti dibawah ini.
Ammentengko nu kamase-mase, accidongko nu kamase-mase, a‘dakkako nu
kamase-mase, a‘meako nu kamase-mase (berdiri engkau sederhana, duduk engkau
sederhana, melangkah engkau sederhana, dan berbicara engkau sederhana) – Filosofi masyarakat kampung adat suku Kajang.
|
Ada pun Galla Pantama dan
anak dari Ammatoa (Ramlah) yang tahu berbahasa Indonesia,
jadi merekalah yang menerjemahkan apa yang disampaikan oleh Ammatoa.
Agama yang dianut adalah “Sallang
dalam dialek Konjo” yang artinya Islam. Dan Tuhan yang mereka yakini
adalah Turie’a A’ra’na (Allah SWT).
Menurut Ammatoa, ada 4
rahasia Turie’a A’ra’na, yaitu :
1. Leteanng Dalle’ :
Titian rejeki.
2. Bala Tannisanna - sanna
: Bencana yang tak disangka-sangka.
3. Sura’ Nikka : Surat
nikah.
4. Cappa’ Umuru : Ujung
usia.
Mereka juga menjalankan shalat 5
waktu seperti dalam Pasang “ Je’ne Talluka, Sambayang Talatappu”,
artinya “Jangan merusak Shalat dan melunturkan Wudhu”. Masjidnya berada di luar
kawasan adat Ammatoa yang bertempat di dekat pintu gerbang kawasan adat
tersebut
BAB III
TRADISI SUKU
Ø Sistem Kekerabatan
Pada
Komunitas Ammatoa Kajang (KAK) hubungan kekerabatan ini tampak jelas pada
pengaturan ruang dan tatanan massa rumah mereka (Wiwik, 2000). Untuk
keseluruhan tatanan massa pada permukiman Komunitas Ammatoa (Kajang Dalam),
pada dasarnya bermakna: „yang muda berkewajiban melindungi yang tua‟. Dalam hal
ini yang dimaksud dengan yang muda bisa saja anak/menantu, keponakan, ataupun
adik. Bila dalam silsilah mempunyai kedudukan yang sama, maka yang diambil
sebagai patokan adalah usia, yang muda berdasarkan usia adalah yang telah
dewasa dan berumah tangga. Selama ia belum berumah tangga, maka keselamatannya
masih dalam tanggungjawab orangtuanya.
Ø Budaya suku kajang
Ø Budaya suku kajang
Masyarakat
kajang memegang teguh budaya dan tradisi dari nenek moyang mereka yang berupa
hukum tidak tertulis dalam daerah tersebut yang oleh masyarakat kajang disebut
pappasang atau pasang (pesan, petuah). Salah satu isi dari pappasang tersebut
yaitu, kajang tanah yang sederhana ( tana kamase-masea) hal ini yang
menyebabkan masyarakat kajang tidak menerima adanya moderenisasi dan cenderung
menolak perubahan karena mereka menganggap hal itu sebagai kemegahan atau kemewahan
dunia, termaksud program dan kebijakan pemerintah yang dianggap mampu mengancam
keberadaan mereka
Ø Upacara Rumatang
Masyarakat Kajang
Upacara
Rumatang merupakan upacara adat yang bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur,
ucapan terima kasih kepada Sang Pencipta yang dipimpin langsung oleh pemimpin
adat yang kerap disebut ammatoa. Persiapan upacara dimulai pada pagi hari yang
oleh kaum wanita dipersiapkan makanan khas dan dipimpin oleh seorang wanita tua
yang memberi petunjuk bahwa makanan apa saja yang seharusnya disediakan. Nasi
yang utama dipersiapkan harus dari beras hitam. Karena jenis beras inilah yang
pertama kali dapat ditanam oleh leluhur mereka. Dilanjutkan dengan meminum
sejenis minuman keras khas Sulawesi Selatan yang disebut "ballo". Ada
juga delapan buah sesaji yang disediakan berupa nasi empat warna, lauk pauk dan
buah-buahan. Sesaji ini dibawa oleh warga ke delapan tempat terpisah sesuai
arah mata angin. Peletakan sesaji ini bermakna hasil panen tidak hanya
dinikmati oleh manusia saja melainkan tanah, angin dan semua unsur di bumi yang
membantu panen berhasil, juga ikut merasakan hasilnya.
Ø Kesenian suku kajang
- Pabitte Passapu
Tarian ini merupakan pesta adat Suku Kajang. Ini adalah
tradisi Suku Kajang, yaitu mengadu ikat kepala yang dibentuk simpul seperti
ayam.
Tari Pa’bitte Passapu ditampilkan
pada acara-acara adat, acara penjemputan tamu yang dihormati. Tarian ini sering
ditampilkan di luar kawasan adat dan diberikan imbalan sesuai kemampuan orang
yang mengundang para penari.
Komposisi Tari Pa’bitte yaitu sebagai berikut :
1. Passisengang
(perkenalan)
2. Appasilele
(pemanasan ayam aduan)
3. Assahung (penyabung
ayam) : mengasah taji lalu menyabung
4. Appasicoco’
(mencocokkan pada ayam mana yang menang dan kalah)
5. Sijallo (perkelahian
antara dua kelompok penyabung)
6. Sibotto’ (saling
menikam)
7. Sibajiki (berdamai)
Jumlah penari terdiri atas 8 orang
pria. Mereka bernyanyi sambil menari. Pemain gendang 2 orang, serta 1 orang
pembina dan pemimpin group tari.
Kostum penari berupa jas tutup,
sarung, celana pokki’ dan passapu yang masing-masing berwarna hitam.
> Seni Suara berupa
nyanyian (Kelong) :
Kelong diiringi gendang dan dinyanyikan dalam rangkaian tari
Pa’bitte Passapu untuk acara kegembiraan.
> Seni
Teater :
Menggambarkan sosok Ammatoa dan pendampingnya.
> Seni
Drama :
Anggaru.
> Seni
Musik :
Menggunakan alat berupa suling (Basing).
Ø Sistem pemerintahan
Suku
Kajang memiliki sistem pemerintahan adatnya sendiri. Mereka dipimpin oleh
seorang Ammatoa atau yang berarti pemimpin yang tertua (dituakan).
Ammatoa dalam tugas-tugas dan upacara adat juga didampingi oleh dua orang Anrong
yang disebut Anrongta ri Pangi dan Anrongta ri Bongkina.
Ammatoa juga dibantu oleh beberapa pemangku adat yang disebut dengan Galla
(ada Galla Kajang yang bertugas mengurusi masalah ritual, ada Galla
Pantama yang mengurusi pertanian, Galla Puto sebagai juru bicara
Ammatoa dan seterusnya).
Ammatowa dipilih secara tradisional dan
memerintah tidak pula dalam batas waktu tertentu. Tetapi Ammatowa tidak
dipilih terbatas hanya dari kalangan keluarga Ammatowa sebelumnya,
tetapi siapa pun saja. Sebab yang bisa menjadi Ammatowa hanyalah orang
orang yang naturungi pammase atau orang yang mendapat rahmat dari yang
kuasa. Adapun syarat syarat ntuk dipilih menjadi Ammatowa adalah sebagai
berikut :
- Ahli dalam hal pasang.
- Tidak pernah dilihat oleh masyarakat melakukan sesuatu yang dianggap tidak baik seperti berdusta, minum tuak, berjudi, ataupun menipu serta perbuatan lain yang tercela.
- Konsisten dengan apa yang pernah ia ucapkan.
- Perbuatannya sesuai dengan ucapannya atau satunya kata dengan perbuatan.
- Diyakini oleh masyarakat memiliki kesaktian dan memiliki wibawa serta disegani dan dihormati oleh masyarakat banyak.
Ø Bangunan / rumah adat
suku kajang
Terbagi dalam 3 tingkat. Bagian atas disebut Para merupakan
tempat yang dianggap suci biasanya dipakai untuk menyimpan bahan makanan,
bagian tengah disebut Kale Balla sebagai tempat manusia menetap atau bertempat
tinggal, bagian bawah disebut Siring sebagai tempat menenun kain atau
sarung hitam (topeh le’leng) merupakan pakaian khas masyarakat Ammatoa.
Konsep ini sekaligus merupakan wujud fisik manusia yang terdiri dari kepala,
badan, dan kaki.
Pada bagian badan (Kale balla) terdapat bagian yang
dianalogikan dengan bahu pada bagian badan manusia yakni berupa rak-rak selebar
60 cm yang berada di bagian luar dinding tepat di bawah atap yang menjorok
keluar dan memanjang sepanjang bangunan. Bagian ini disebut Para-para.
Ketinggan para-para setinggi telinga/mata pemilik rumah, yang
dimaksudkan agar si pemilik rumah bisa melihat/mendengar jika ada yang
bermaksud jahat. Para-para ini difungsikan sebagai tempat menyimpan peralatan
dapur .Sedang langit-langit rumah (Kajang: para) difungsikan sebagai
lumbung tempat menyimpan bahan makanan seperti padi dan juga sebagai tempat
menyimpan benda pusaka.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan ulasan mengenai kebudayaan masyarakat suku kajang, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa :
Masyarakat suku kajang merupakan masyarakat yang penuh dengan
kesederhanaan, mereka memegang teguh adat istiadat serta budaya-budaya mereka.
Masyarakat kajang secara geografis terdiri dari dua yaitu, masyarakat kajang
dalam ( tau kajang ) dan masyarakat kajang luar ( tau lembang
Bagi
masyarakat kajang warna hitam merupakan kesakralan, selain itu warna hitam
dianggap sebagai lambang kesederhanaan, persamaan derajat setiap orang
dihadapan Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu, masyarakat kajang menggunakan
pakaian berwarna hitam , baik itupakaian sehari hari mereka maupun pakaian
adatnya. Masyarakat Tana Toa atau suku Kajang memiliki sistem pemerintahan
adatnya sendiri.
yang bisa menjadi Ammatowa hanyalah
orang orang yang naturungi pammase atau orang yang mendapat rahmat dari
yang kuasa.
Ammatowa dipilih secara
tradisional dan memerintah tidak pula dalam batas waktu tertentu
DAFTAR PUSTAKA
http://bugiesmakassar.blogspot.com/2012/11/ciri-khas-bulukumba-visite-ammatoa-suku.html Diakses pada
tanggal 10 November 2015
http://rahmanthevolves.wordpress.com/2012/04/15/mengenal-budaya-unik-suku-kajang/ Diakses pada tanggal 10 November 2015
http://hanageoedu.blogspot.com/2011/12/suku-kajang.html Diakses pada
tanggal 10 November 2015
Komentar
Posting Komentar